Berawal
dari rasa yang dimiliki setiap insan di muka bumi ini. Rasa yang melengkapi
setiap langkah kehidupan yang menaungi berjutaan pemikiran. Rasa yang setiap
harinya berubah maupun konstan. Rasa yang terkadang membingungkan atau menjadi
pilihan kita setiap detiknya. Entahlah, darimana datangnya rasa itu. Rasa yang
spontan, rasa yang tiba-tiba menggeroti pikiran, membawa ke dalam alam bawah
sadar seseorang. Katanya sih, rasa
itu indah, rasa itu bisa membuat seseorang yang merasakannya terbang hingga
langit ketujuh. Ah. Itu lebay.
Memang,
rasa yang manis selalu menghasilkan buah yang manis pula. Dan sebaliknya, rasa
yang pahit menghasilkan kepahitan yang luar biasa. Semuanya sudah ada yang
mengatur. Jadi, jangan terlalu membanggakan rasa yang kaumiliki. Siapa tahu,
rasa yang katanya ‘mendarah daging’ di hati itu tiba-tiba menjadi ‘duri dalam
daging’. Miris, bukan?
Sebentar,
apa yang aku bicarakan? Rasa apa yang aku maksudkan? Apakah rasa manis, asem,
asin, rame rasanya? Atau, rasa es cincau yang pekat namun membawa kesegaran
luar biasa saat meneguknya? Aha. Semua rasa akan dikupas di tulisan ini kok.
:’)
Pertama,
rasa manis, asem, asin, rame rasanya. Apa kaupernah mendengar kalimat itu? Ya.
Itu iklan! Tapi kita tidak membahas tentang iklan, pun tidak menyebutkan brand. Sesuai tema di kalimat paling
atas, ‘Hidup Punya Banyak Rasa’. Entah itu rasa manis ketika kaubahagia dengan
apapun yang telah kaudapat, pun kauraih disaat orang lain tak mampu melakukan
itu. Rasa asem yang mana ketika kau telah lama mengecap manisnya kehidupan,
saatnya kau dihadapkan pada keadaan ketika kausedikit lengah dan terpeleset,
namun tak sampai jatuh. Saat itu, kauberusaha untuk menopang hidupmu yang
hampir tumbang. Rasa asin yang membuatmu merasakan luasnya lautan.
Seluas-luasnya lautan, adakah airnya yang tawar? Tidak. Kalaupun ada, itu hasil
desain dari Tuhan yang Maha Agung. Pernahkah kaumendengar ada sungai di dalam
laut? Ya. Itu yang kusebut desain Sang Pencipta. Banyak yang mengatakan ‘bagai
sayur tanpa garam’ itu, hambar. Seperti itulah rasa asin, rasa yang selalu
identik dengan garam, dan air laut sebagai penghasil utamanya. Hidup itu hambar
tanpa rasa asin, tapi terlalu banyak juga akan menjadi keasinan. Jadi,
pinter-pinter memberi takaran yang pas saja untuk itu. Asin di dalam kehidupan
yaitu ketika kauhidup dengan hal yang monoton, tentu kaubutuh sesuatu yang bisa
membangkitkan semangatmu. Ketika kaujenuh dengan suatu pekerjaan yang setiap
harinya selalu menyita pikiranmu, kenapa kautidak mencoba untuk me-refresh otak dengan sesekali melakukan
hal yang berbeda. Liburan, refresing,
hang out, apapun jenis dan istilahnya. Inget ya, jangan sampai berlebihan,
nanti keasinan. :D
Dari
kesekian rasa yang sudah ada di atas, adakah rasa lain yang belum terjamah?
Yahha. Rasa pahit dan pedas!
Lidah
manusia ternyata tidak sesederhana yang kita duga. Performa lidah sebagian
besar terdiri atas otot. Permukaan lidah dilapisi ribuan tonjolan kecil yang
disebut Papilae. Benjolan-benjolan
kecil ini diperkirakan jumlahnya kurang lebih 10.000 buah. Tugas utamanya
sebagai instrument pengecap sehingga kita dapat mengetahui rasa manis, asin,
asam, pahit, dan pedas. (Seno Hadi Sumitro, 2009).
Tuh
kan, buku yang berjudul ‘Life Management Training’ karya Seno Hadi Sumitro yang
sejak tempo hari sampai detik inipun belum habis kubaca mengatakan begitu.
Tersiratnya, ‘Hidup Punya Banyak Rasa’. Jelas kan, kalau hidup memang punya
banyak rasa. ^_^’
Rasa pahit adalah rasa di mana kaumulai
mendapatkan dampak dari rasa manis yang telah lama kaurasakan. Rasa manis yang
seenaknya membuyarkan pikiranmu hingga kautak sadar, bahwa di balik itu
tersembunyi kepahitan yang luar biasa. Sebenarnya, itu pilihan. Kauterus
meronta-ronta dengan kegagalan hidup yang kaurasa dan kaukatakan pahit itu atau
kaujustru menjadikan kepahitan rasa itu menjadi hal yang sangat berguna untuk
kaupelajari, memulai memahami hidup agar lebih bermakna. Sekali lagi, kau hidup
karena kau punya pilihan. Jatuh bukan akhir, pahit bukan kehilangan manis, tapi
awal pembelajaran hidup.
Pedas, identik dengan sambel, identik
dengan cabe, identik dengan Lombok. Identik pula dengan tempatku dilahirkan.
Walaupun, saat ini pulau eksotik itu tak lagi kujejaki sekitar kurang lebih
empat tahun mendatang.
Kaupernah
marah, bukan? Atau, kaupernah dimarah hingga dicaci maki? Lebih baik mana;
memarahi, atau dimarahi? Pasti, yang pertama terlintas di pikiran adalah bahwa
lebih baik memarahi. Hmm, sebenarnya marah itu apa? Ketika hati tidak dapat
kaukendalikan, ketika rasa tak dapat lagi kaukemudikan, maka semua keluar dari
lisan. Ya. Itu marah. Amarah serta dendam yang bersarang di hati pun dinamakan
marah. Saat kaumarah, pasti identik dengan mengeluarkan kata-kata pedas kan? Kalimat
pedas yang hanya akan membuat orang lain sakit. Ya. Kamu bisa lega dengan hal
itu, karena semua rasa yang bersarang di hati kautumpah-ruahkan ke orang lain.
Tapi tak banyak yang merasakan kepedihan seseorang yang bergelar ‘di’marah.
Rasa. Tidak sedikit memang. Rasa di dunia ini tidak ada
habisnya. Rasa yang tak pernah luput dari makhluk hidup, rasa yang membayangi,
rasa yang semu; namun menyita perhatian hingga yang bening tak lagi transparan.
CINTA.
Cinta identik dengan makhluk hidup, tanpa cinta makhluk
hidup tak lagi bernama makhluk hidup yang mampu berkembang biak. Kedudukan
cinta bak kebutuhan primer. Kata ABG, “ketika cinta datang, semuanya menjadi
beku, hanya yang bercinta yang mencair, dunia milik berdua, yang lainnya
NGONTRAK!”.
Kata
orang dewasa, “cinta itu adalah bagaimana saling memahami, saling memberi,
saling menerima, saling jujur, dan saling saling saling lainnya. Karena cinta
sejati itu butuh kata ‘saling’, bukan hanya ‘satu’ yang memperjuangkan”.
Secara umum cinta itu indah, namun mengapa banyak yang
bilang cinta itu menyakitkan? Itu karena mereka hanya ingin ‘DI’pahami cinta,
bukan ‘ME’mahami cinta. Cinta bisa mengubah mood
yang awalnya pahit menjadi manis. Kata Pak Mario Teguh, “kalau tidak gila, itu
bukan cinta”. Ya memang seperti itulah cinta, cinta membuat siapa saja yang
merasakannya akan mengalami yang namanya ‘gila’. Ketika seseorang yang
dicintainya sudah menutup sumbatan pembuluh cinta lainnya, maka apapun kata
orang lain, meskipun seseorang yang dicintainya tersebut tak pantas untuknya,
pasti ia akan tetap membelanya. Makanya banyak juga orang yang bilang, “Love is
Blind”. Cinta itu BUTA.
Yah, entahlah. Sebenarnya cinta itu susah-susah gampang.
Gampang mengucapkan, namun susah dijalani. Why? Karena cinta itu pemain
utamanya adalah ‘laki-laki’ dan ‘perempuan’, yang sejatinya dua jenis makhluk
yang berbeda karakter, berbeda hati, berbeda prinsip serta kemampuan. Di mana,
laki-laki sangat berkemampuan dalam hal ‘logika’, pun perempuan sangat
berkemampuan dalam hal ‘perasaan’. Ini menyangkut ‘Logika vs Perasaan’.
Hmm, tapi, pembahasan tentang ‘Logika dan Perasaan’
cetakannya bukan di tulisan ini, tunggu saja edisi selanjutnya. Sampai sini ya,
semoga hidup-hidupmu sekalian penuh dengan rasa, rasa yang selalu melindungi
angan serta jiwamu saat ini. So, jaga yang menjagamu saat ini yah. Dia milikmu
karna kaudianggap berarti di hidupnya. :’)
0 komentar:
Post a Comment
Tuliskan komentar Anda di bawah ini.