Kulihat langkah kakimu tetap menyusuri pasir putih
itu, mencari karang yang tak kuketahui untuk apa. Hati gerangan, pikiran
melayang, membiru bersama lautan luas membentang. Angin yang menerpamu, tak
mampu menggoyahkan tubuh tegap yang selalu kukenal itu. Baju tebal menyelimuti
tumpukan daging yang entah seberapa, namun mampu membungkus gumpalan darah yang
menghidupimu.
Aku belum bisu, aku pun belum buta. Aku masih bisa
merasakan hamparan laut yang indah, tempat yang kausukai. Aku masih bisa
melihatmu menari riang diatas deburan ombak pemecah karang. Kaubegitu menyukai
suasana angin sore untuk sekedar menjejakkan kaki di pasir-pasir itu.
Aku di sini! Ya! Aku di sini melihatmu bahagia di
sana, entah sama ataupun tidak yang kita rasakan. Aku bak orang bisu, hanya
bisa menyunggingkan senyuman dibalik lincah tarianmu mengiringi ombak. Kulihat
bebatuan yang masih kokoh meski beribu kali dihantam ombak, tak bisakah aku
seperti itu?
“Haiiiii ^_^” Teriakku dari kejauhan sambil
melambaikan tangan. Sedikit kaumenoleh, melihatku, namun bukan mataku—yang
seperti biasa kaulakukan. Kaumelihatku utuh. Tanpa beban. Kurasakan
kebahagiaanmu. Kurasakan sakitmu jika sampai meneteskan air suci ini. Kuhirup
dengan mata, kusekat dengan garis semu di bawah kelopak menggantung hitam bak
mata panda. Kupertahankan posisi tergenangnya, susah mengukir senyum, namun
hanya itu yang mungkin membuatmu bahagia—karena kumelihat kebahagiaanmu.
Kauterus menari, kautersenyum, senyum yang tak
pernah berubah keindahannya semenjak kali pertama bertemu denganmu. Sungguh aku
ingin mempunyai sekat yang lebih tebal lagi, Tuhan. Jangan sampai ‘air asin’
ini mengalir di pipi—dan terlihat olehnya.
:’)
Anonymous time..
1 komentar:
Pasti zet bahagia baca ini :)
Post a Comment
Tuliskan komentar Anda di bawah ini.